Arus lalu-lintas yang macet di Jakarta menyebabkan betapa sakit jiwanya pemerintah dan penduduk Jakarta karena betapa ngototnya pemerintah dan penduduk ibu kota tersebut dengan kemacetan, hal ini terbukti semakin parahnya kemacetan akhir-akhir ini.
Pemerintah DKI melalui gubernurnya seperti menyerah dengan kondisi tersebut, sementara penduduk Jakarta tidak bergeming untuk tidak menggunakan mobilnya dengan beralih menggunkan angkutan masal seperti kereta, busway, bus reguler dan sebagainya. Alih-alih mengurangi kemacetan yang makin parah, penduduk Jakarta dan sekitarnya malah membeli mobil baru yang jelas-jelas menambah runyam arus lalu lintas, pengguna jalan semakin stress, penambahan biaya bahan bakar akibat macet, polusi udara dan panas menyebabkan global warming, kualitas kesehatan penduduk menurun akibat polusi dan seterusnya seperti efek domino.
Kemacetan di Jakarta sebenarnya adalah potret lalu lintas di Indonesia, bukankah ibukota merupakan gambaran suatu negara, ini berarti peringatan bagi kota-kota di daerah untuk menata daerahnya, supaya tidak seperti Jakarta beberapa tahun yang akan datang. Ini tantangan bagi pemerintah daerah untuk lebih baik dari Jakarta. Alternatif pemecahan untuk kemacetan di Jakarta sudah banyak di tawarkan bahkan sudah diterapkan diantaranya, three ini one untuk jalan tertentu, busway, kereta api dalam kota (Ciliwung Blu Line), kendaraan yang boleh beroperasi di Jakarta untuk nomor kendaraan ganjil atau genap pada hari tertentu dan sebagainya. Di bawah ini alternatif pemecahan yang saya tawarkan untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas DKI Jakarta yang mungkin pula sudah diungkapkan di media.
Yang pertama, menggugah kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi pada jam sibuk dan beralih menggunakan angkutan masal. Hal yang luar biasa jika pemerintah Jakarta dan sekitarnya mampu menyadarkan masyarakat, ini berarti penduduk Jakarta dan sekitarnya berorientasi lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Kemampuan pemerintah DKI dalam menyadarkan masyarakat mempunyai efek besar dalam menata dan mengelola kota, kesadaran masyarakat menjadikan pemerintah DKI dalam membangun kota terlihat lebih manusiawi.
Yang kedua, pengaturan jam masuk dan pulang anak-anak sekolah harus diatur, misalnya saja untuk masuk sekolah jam 06.00 WIB, ini artinya persiapan berangkat sekolah menjadi lebih pagi, hal ini pun akan berpengaruh pada jam tidur anak menjadi lebih awal. Udara pagi sekitar jam 05.00 – 06.00 WIB relatip lebih baik dibanding jam 06.00 – 07.00 WIB karena banyak polusi akibat macet.
Yang ketiga, untuk jangka menengah dan panjang perlu diprogram pula, membangun sekolah dengan sistem boarding school (sekolah berasrama) di kabupaten-kabupaten sekitar wilayah DKI, dimana keuntungan sekolah berasrama ini lebih banyak manfaatnya dari pada sekolah biasa.
Yang keempat, mengoptimalkan sungai sebagai sarana angkutan masal dalam kota, namun yang perlu diperhatikan, bagaimana supaya sungai tidak kekeringan, ini bisa dilakukan dengan memasukan air laut ke dalam aliran sungai.
Demikian alternatif untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, harapan saya agar Gubernur DKI tidak mudah menyerah untuk mengatasinya dan bagi warga untuk segera menggunakan angkutan masal sehingga mengurangi kemacetan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar